01 September 2009

Cinta Dan Pernikahan


Syahdan Suatu pagi yang cerah, Plato menemui Socrates sang guru bertanya tentang Cinta dan Pernikahan.
Plato : “Wahai Guru, ajarkanlah kepadaku tentang apa itu Cinta dan Pernikahan”

Socrates : “Apakah tidak ada pertanyaan lain yang lebih mudah dari itu hai muridku, dan apa gerangan yang mendorongmu menanyakan itu?”.

Plato : “Pertanyaan itu telah membuat tidurku tak nyeyak, makanpun tak enak duhai guru”

Socrates : “Baiklah kalau begitu, untuk mengetahui jawabannya masuklah kau kedalam hutan di depan sana…”

Plato : “Wah… apa pula hubungan pertanyaanku dengan hutan wahai guru dan apa yang harus aku lakukan di dalam sana?”

Socrates : “Silahkan berjalan memasuki hutan dan cari pohon yang kau anggap paling indah, tebang, lalu bawalah kehadapanku. Berangkatlah sekarang juga!”
Maka berjalanlah Plato sang murid menyusuri hutan lebat, ketika dia melihat sebatang pohon yang indah dan hendak menebangnya, maka terlintaslah dalam pikirannya “buat apa aku menebang yang ini, sementara hutan masih demikian luas, pasti masih ada pohon yang lebih indah di dalam sana”.
Pikiran serupa senantiasa muncul ketika ia akan menebang sebatang pohon yang dianggapnya paling indah. Sampai senja merambat turun, Plato pulang ke hadapan gurunya dengan tangan hampa.

Socrates : “Hai muridku Plato, mana pohon yang kupinta?”
Plato : “Maafkan aku duhai guru, aku belum menemukannya, aku yakin pohon itu ada di dalam hutan itu, tapi aku masih butuh waktu lebih lama untuk mencarinya”

Socrates : “Apa yang baru saja kau jelaskan, itulah hakikat cinta, ketika kau belum puas dengan apa yang ada dan kau masih akan terus mencari dan mencari, entah sampai kapan”

Plato manggut-manggut mendengarkan penjelasan Socrates, lantas bertanya,

Plato : “Nah apa perbedaannya dengan pernikahan?”

Socrates hanya tersenyum mendengar tanya Plato, perlahan dia berujar,

Socrates : “lakukanlah apa yang kuperintahkan kepadamu tadi sekali lagi di esok hari”

Plato : “Baiklah wahai guruku”

Keesokan harinya, Plato kembali memasuki hutan. Tapi berbeda dengan kemarin, sampai senja dia tidak membawa apa-apa. Hari ini ketika matahari belum lagi sampai sepenggalah, Plato sudah kembali kehadapan Socrates dengan membawa sebatang pohon.

Socrates : “Muridku plato, apakah pohon ini merupakan pohon yang terbaik menurutmu?”

Plato : “Maaf wahai guruku, harus aku akui bahwa pohon ini sudah cukup baik meskipun pohon ini bukanlah pohon yang terbaik”

Socrates : “Lalu kenapa pohon ini yang kau tebang?”

Plato : “Sebab saya tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali, sampai senja aku tak berhasil membawa apapun”

Mendengar jawaban muridnya, Socrates tersenyum lalu menjelaskan,

Socrates : “inilah hakikat pernikahan, ketika kau memilih salah-satu diantara yang baik meskipun engkau sadar bahwa itu belumlah yang terbaik. Bukankah kunci pernikahan terletak pada kerelaan untuk saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing?”.

Plato : “Benar wahai guruku… terimakasih atas pencerahanmu ini”
Cinta itu semakin dicari, hasilnya semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, di saat dapat menahan keinginan dan harapan yang berlebih.

Ketika muncul pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan… dan tiada sesuatu pun yang didapat.
Dan kesedihan lainnya Waktu dan Kesempatan tidak dapat diputar/kembali. Kita harus melangkah ke depan….. tidak bisa berbalik ke belakang. Tak ada kesempatan lagi. So Terimalah cinta apa adanya.

Tidak ada komentar: