![]() |
Add caption |
Suatu hari ada seorang anak kecil yang
ditinggal ayah dan ibunya bekerja. Setiap hari, dia hanya ditemani oleh seorang pembantu yang merangkap
sebagai baby sitter. Layaknya seorang anak kecil, dia begitu lincah, riang dan
gembira. Dia bermain ke sana ke mari tanpa adanya pengawasan dari pembantunya
tadi.
Hingga keriangan
membawanya ke area parkir di depan rumah. Waktu itu kebetulan ayah dan ibu anak
itu pergi ke kantor dengan menggunakan sepeda motor, khawatir macet. Di sekitar
area parkir itu, dia menemukan sebatang paku berkarat. Anak kecil tadi mengira
apa yang di temukannya adalah sebatang pensil. Diambilnya paku tadi, dan
mencoret-coretnya di atas lantai keramik. Karena tidak kelihatan gambarnya, dia
mencari media lain untuk menuangkan isi kepalanya. Matanya menerawang di
sekitar area parkir tadi, dan berakhir pada badan mobil orang tuanya yang
tengah terparkir.
Dia melangkah
penuh senyum. Terbayang gambar apa yang akan dibuatnya nanti. Mulailah
tangannya menggoreskan paku ke badan mobil itu. Dibuatnya gambar ibu dan
ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikuti
imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang
petang, terkejutlah orang tuanya melihat badan mobil yang tidak lagi mulus. Hati
mereka panas, mukanya merah padam. Ayahnya yang belum sempat masuk ke rumah ini
pun berteriak, “Kerjaan siapa ini !!!”
Pembantu rumah
yang kaget mendengar teriakan majikannya pun berlari keluar. Pembantu itu
mendapati wajah tuannya yang sangat garang, dan matanya terbelalak menyaksikkan
mobil kesayangannya tergores gambar anak-anak. Sekali lagi laki-laki itu
berteriak dengan kata yang sama. Namun pembantunya mengatakan, "Saya tidak
tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?” tambah
isterinya yang juga tak kalah geram.
Anak kecil yang
lugu dan polos tadi keluar rumah, begitu mendapati ayah dan ibunya sudah pulang
ia langusng berlari ke arahnya. Dengan penuh manja dia berkata “Ayah, lihat
gambar yang aku buat. Bagus kan?” katanya sambil memeluk ayahnya. Ayahnya yang
sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan
rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Anak
manis itu terus menangis kesakitan. Matanya yang indah terus menerus
mengeluarkan air mata. Bibir tipisnya tak henti berteriak, "Ampun
ayah...ampun ayah..." Anak itu yang tak mengerti apa kesalahannya, terus
menerus merasakan pukulan yang bertubi-tubi. Terus menerus hingga kedua telapak
tangannya berdarah, cukup parah. Sedangkan ibunya hanya diam saja, seolah apa
yang dialkukan suaminya itu adalah perwakilan dari apa yang diinginkannya. Jika
pembantunya tak segera menyudahi dan menggendong anak itu masuk ke dalam rumah,
entah kapan akan berhenti penyiksaan itu.
Di dalam rumah,
pembantu tadi menenangkan anak itu. Membersihkan lukanya yang berlumuran darah.
Sambil membersihkannya, pembantu tadi meminta maaf kepada anak itu.
"Maafkan bibi ya nak? tadi bibi sibuk bersih-bersih di dapur."
katanya sambil meneteskan air mata. Setelah lukanya bersih dan diberi obat
seadanya, pembantu tadi menidurkan anak kecil itu. Sedangkan orang tuanya,
hanya meratapi mobil yang baru setahun dibelinya.
Tiga hari
berlalu, orang tuanya seperti tak mau lagi melihat kondisi anaknya. Sampai ibunya
bertanya kepada pambantu bagaimana keadaan anaknya. "Dita (nama anak itu)
demam, Bu..." kata pembantu. “Kasih minum obat penurun panas aja!,” jawab
ibunya. Sebelum ibunya masuk kamar tidur, dia menjenguk kamar pembantunya. Didapati
anaknya tengah dipeluk oleh pembantunya. Tanpa berkata apa-apa, dia menutup
kembali kamar pembantunya.
Keesokan harinya,
suhu tubuh Dita semakin panas. Dan pembantunya berinisiatif bicara kepada
majikannya bahwa Dita harus segera diantar ke klinik terdekat. Ketika sudah berada
di klinik, dokter setempat menyarankan agar Dita dirujuk ke rumah sakit karena
kondisinya serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak
dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter di rumah sakit. Dia
mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sudah terlalu parah dan
infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua
tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Orang tua Dita
bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti
berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi. Sang Ibu merangkul Dita, sedangkan
ayahnya gemetaran tatkala menandatangani surat persetujuan operasi.
Usai operasi,
Dita senang ada ayah dan ibunya yang ada di hadapannya. Tapi dia keheranan,
melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya.
Kemudian ke wajah pembantu rumah. Kemudian Dita menangis perih,
"Ayah..Ibu...Dita minta maaf, Dita mengaku salah. Dita janji tidak
melakukannya lagi. Tapi kembalikan tangan Dita!!" tangis Dita pecah
manakala dia tidak mendapati jari-jari mungilnya. "Ayah...tangan Dita
jangan di sembunyikan, Dita nanti nggak bisa gambar lagi!"
Hancur hati ibunya mendengar kata-kata
anaknya. Penyesalan paling dalam yang dirasakan ayahnya pun seolah tiada arti. Harta
yang selama ini di kumpulkan, cinta yang selama ini diberikan kepada anaknya,
seolah tak berbekas. Anak hanyalah titipan Tuhan yang harus kita jaga dan
pelihara. Kelak, akan diminta pertanggungjawaban para orang tua, tentang bagaimana
mereka mendidik anak-anaknya. Ada banyak cara untuk membuat anak jera tanpa
harus memukul atau mencaci maki anak. Berilah pelajaran dengan cara yang lemah
lembut, karena hanya dengan cara itulah anak bisa memahami bahasa orang tuanya.
Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar